Categories
Insight

Good Strategy Bad Strategy

Mengambil referensi dari buku Rumelt Richard, Good Strategy Bad Strategy – The Difference and Why it Matters, rupanya banyak dari kita yang salah dalam mengartikulasikan apa yang dimaksud dengan strategi. Kadang kita mencampuradukan antara tujuan, harapan, visi dengan strategi, dan oleh karena itu tidak tercipta koherensi aksi karena pesan yang tidak jelas.

Kita ambil sebuah kasus, ada sebuah perkataan pelatih bola yang ketika ditanya bagaimana caranya dia memenangkan sebuah pertandingan, kemudian dia menjawab “kami akan kerahkan semua kemampuan yang terbaik untuk memenangkan pertandingan ini”. Ketika pertandingan semakin panas dan masuk pada waktu half time, saatnya untuk mengevaluasi taktik dan strategi, pelatih itu hanya terus menyampaikan “kita jangan menyerah”, “kita pasti menang”, dan sejenisnya. Kata-kata itu memang bertujuan menyemangati, menaikan moral, tetapi itu bukanlah strategi.

Pada sebuah kasus yang lain, ada seorang pengusaha yang sedang melakukan bisnis, katakanlah berjualan bakso. Ketika ditanya bagaimana strategi dia agar bisnisnya sukses, dia kemudian berkata “Selama kita gigih dan tidak menyerah, kesuksesan akan menghampiri kita”. Pernyataan-pernyataan semacam ini atau seperti pelatih diatas bukanlah strategi, tapi sebuah tujuan, harapan, atau dukungan moral. Menganggap ini sebuah strategi menjadi berbahaya karena secara pribadi atau organisasi tidak tercipta sebuah panduan yang jelas bagaimana dirinya atau organisasinya mencapai tujuan. Aksi tercipta secara spontan, kadang kontraproduktif. Satu person dengan person lain tidak terjadi koherensi sehingga aksinya tidak terlalu efektif.

Melihat hal tersebut maka kita harus memiliki kerangka berpikir terkait strategi. Maka ketika kita mendiskusikan strategi harus ada tiga hal yang harus didefinisikan dengan jelas :

  1. Mendefinisikan Masalah. Strategi dibahas dan disusun untuk mengatasi sebuah masalah, maka hal pertama yang harus didefinisikan dengan jelas adalah mendefinisikan masalah. Hal ini bukan perkara mudah, karena pada realitasnya kadang masalah yang kita hadapi terlihat kompleks. Misal ada seorang pengusaha toko yang dikedepankan opsi-opsi seperti “apakah saya harus tambah jam buka?”, “apakah saya harus tambah kasir?”, “apakah saya harus ubah inventori?”, “bagaimana saya harus menetapkan harga?”. Banyak sekali opsi dan terasa kompleks. Oleh karena itu pada saat mendefinisikan masalah perlu disederhanakan pada satu topik. Misal kasus pemilik toko ini, maka permasalahannya perlu disederhanakan terlebih dahulu dengan pertanyaan “Segmentasi pasar apa yang ingin disasar?”, dengan menjawab pertanyaan ini, maka pertanyaan-pertanyaan turunan dapat bisa dijawab disesuaikan dengan definisi masalah utama yaitu segmentasi pasar.
  2. Membangun Kebijakan Umum. Dari definisi masalah tadi kemudian diturunkan kepada kebijakan umum yang sifatnya global sebagai panduan untuk menurunkan kepada aksi-aksi dibawahnya. Misal kasus pandemik Covid-19, jika kita lihat fakta permasalahannya tentu rumit. Disatu sisi terjadi transmisi yang luas, tetapi disisi lain ada faktor ekonomi yang terimbas, sehingga banyak yang tidak dapat menjawab dengan tegas bagaimana menghadapinya. Tetapi jika kita kembalikan kepada kerangka diatas, maka hal pertama yang perlu didefinisikan adalah masalah. Tanpa definisi yang jelas dan benar, maka aksi yang dilakukan akan banyak kontradiktif. Jika definisi masalah jelas misal “Ini masalah kesehatan, kita harus menghentikan penyebarannya“. Dari sini kita memiliki setidaknya acuan awal untuk berpikir, kemudian apa yang dimaksud dengan kebijakan umum, adalah semisal “Wabah itu seperti api yang membakar kayu bakar, selama kayu bakar itu ada api itu tidak akan padam“, maka kita membuat acuan global bahwa harus dilakukan isolasi agar wabah tidak menyebar. Dari panduan umum ini baru kita berbicara teknis.
  3. Koherensi Aksi. Karena masalah dan kebijakan umum sudah digariskan, kita sudah bisa membicarakan teknis yang variasinya bisa sangat banyak. Misal terkait pandemik, bagaimana aspek sosial ekonomi dan sebagainya? Karena kebijakan umumnya adalah isolasi maka semua aksi-aksi teknis baik dari segi kesehatan dan ekonomi akan dilakukan sejalan dengan kebijakan umum tersebut, walaupun dengan plus minusnya. Tetapi dengan kerangka ini diharapkan terjadi koherensi aksi, sehingga satu aksi dengan aksi lain terus berkesinambungan.

Tentu sebagai manusia keputusan-keputusan strategis kadang salah, tetapi dengan membangung kerangka berpikir strategis yang benar, diharapkan terjadi koherensi aksi, pesan yang tersampaikan pada semua stakeholder jelas, sehingga tidak terjadi kebingungan, kontradiktif. Walaupun terkait hasil tidak dapat dipastikan, karena domain-nya manusia adalah usaha, terkait hasil diserahkan kepada Allah SWT.

Categories
Agile

Clean Agile : Back to Basics Part 1

Tulisan ini dibuat berdasarkan buku dari Robert C.Martin dengan judul ” Clean Agile, Back to Basics” kalo diliat review dari para penulis lain, buku ini rekomended banget untuk di baca, jadi ga ada salahnya kita coba sedikit terjemahkan buku ini dan supaya bisa lebih memahami apa itu agile, hitung-hitung buat belajar bahasa inggris dan agile secara bersamaan , hehehe .

Robert C.Martin sendiri adalah seorang software engineer, dan lebih di kenal dengan sebuatan Uncle Bob, Atau mamang Bob klo di Sunda, buku-buku yang ditulis oleh Uncle Bob berdasarkan pengalamannya di dunia software engineering, seri bukunya bisa menjadi panduan atau rujukan dalam prinsip-prinsip membangun sebuah aplikasi, mulai dari pola, arsitekture software, programing, koding, Projek menejemen, desain, analis ,testing dan masih banyak lagi. nanti bisa di cari sendiri deh buku-bukunya.

Pendahuluan
Uncle bob ingin memberikan pemahaman yang benar mengenai agile, pada tahun 50 dan 60 telah banyak diciptakan beberapa software sederhana yang digarap oleh tim kecil, tim kecil ini mampu memahami dan berinovasi dalam membuat software dan semuanya berjalan cukup baik, sampai pada tahun 70 an pemahaman ini (small team doing small think) dirubah oleh pemahaman lain, yaitu jika suatu yang besar harus dengan Team yang besar (big things with big teams).

Jumlah programer yang semakin banyak, berpengaruh kepada kualitas dan pengalaman programer tersebut, dan pelatihan dari programer senior ke junior tidak berjalan mulus. sehingga muncullah kekacauan ini. Oleh karna itu uncle bob ingin mengembalikan pradigma programing pada tahun 50 dan 60 , yaitu kita harus memulai dari hal yg kecil untuk memecahkan masalah yang sederhana, dan butuh kolaborasi antara tim-tim kecil yang mengerjakan hal-hal sederhana untuk memecahkan permasalahan yang besar ,
dan konsep ini bisa di sebut ” agile”.
Agile is a small idea about the small problem of small programming teams doing small things. Agile is not a big idea about the big problem of big programming teams doing big things.

Agile
Pada februari 2001, sejumlah 17 orang yang expert dibidang software bertemu di snowbird, utah, untuk membahas perkembangan software development yang menyedihkan. karena pada saat itu software sangat tidak efektif, lamban, dan terlalu monoton terhadap metodologi pembangunan tertentu, oleh karna itu, 17 orang tersebut berkumpul untuk menciptakan manisfestasi dari software development yang lebih efektif, ringan, mendekati kondisi rill.

17 orang tersebut sangat di butuhkan untuk membuat manisfetasi itu, karna mereka expert dibidangnya masing-masing dan mempunyai padangan yang bervariasi dan kuat. setelah beberapa perselisihan dan diskusi yang panjang, akhirnya tercapai lah kesepakatan , manifestasi agile tercapai dan dibukukan, dan lahirlah sebuah buku yang mampu membuat software development lebih kuat dan bertahan lama.

Semua Tahapan dalam pembuatan software dapat kita prediksi, karna akan ada sebagian orang yang akan mendukung, ada sebagian lagi yang mencela dan menolak, dan kebanyakan dari mereka tidak peduli, banyak tahapan yang terhenti di tengah jalan, akhirnya hanya berkutat pada masalah itu saja. ada yang berfokus pada lojik dan aspek programing saja, ada yang kontroversial, dsb. dan inilah agile. buku ini di tulis untuk menggambarkan agile sebenarnya, dengan pendekatan pragmatis.
jadi, kadang kita tak terlalu fokus pada satu hal (idealis), karna pada realitasnya dunia itu berkembang, dan kebutuhan akan muncul sesuai dengan kondisi baru yang muncul.

tetep ikutin tulisan ini ya, di part 2.

Categories
Kodelokus

About Us

Kodelokus adalah sebuah perusahaan konsultan digital yang fokus pada produk-produk end user, seperti kamus, jadwal shalat, al-qur’an dan lain-lain. Pengguna dapat menggunakan produk-produk kami melalui PlayStore atau AppStore, juga web.